BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Matematika
boleh jadi merupakan pelajaran yang kurang populer di antara para siswa di
sekolah. Karena di anggap pelajaran yang paling sulit, membuat matematika bisa
di bilang kurang di gemari hamper banyak siswa, mulai dari sekolah dasar hingga
sekolah menengah atas. ”Belajar matematika itu sulit...menyeramkan...”
Begitulah anggapan beberapa orang. Meski tidak semua orang beranggapan
demikian, namun banyak di antaranya yang mengeluhkan sulitnya mempelajari
matematika. Apalagi, bagi anak-anak usia sekolah tingkat dasar terutama peserta
didik pada kelompok belajar (Kejar) Paket A. Terlebih lagi bila mereka
memperoleh nilai di bawah rata-rata. Semangat untuk belajar cenderung menurun.
Hal ini akan terus berlanjut hingga ke jenjang pendidikan berikutnya. Maka
sepanjang masa pendidikan, mereka menganggap matematika menjadi pelajaran
paling menyeramkan. Guna menepis anggapan negatif tersebut perlu ditanamkan
pemahaman bahwa belajar matematika itu menyenangkan dan dapat dilakukan melalui
permainan.
Hudojo
(1988:3) mengatakan bahwa matematika berkenaan dengan ide-ide/konsep-konsep
abstrak yang tersusun secara hirarkis dan penalarannya deduktif. Hal tersebut
berdampak pada terjadinya proses belajar matematika. Belajar matematika itu
menyenangkan merupakan salah satu aspek yang ingin diwujudkan melalui metode
PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan).
1.2
Tujuan
Dengan
menggunakan metode permainan dalam pembelajaran matematika di harapkan proses pembelajaran
lebih menyenangkan
1.3 Rumusan Masalah
1.3.1 Pengertian
Teori Belajar
1.3.2 Macam-macam
kesulitan dalam belajar Matematika
1.3.3 Penerapan
Pembelajaran Matematika melalui permainan
1.4 Metode penulisan
Penulis mempergunakan metode
observasi dan kepustakaan.
Cara-cara yang digunakan pada penelitian ini adalah :
Studi Pustaka
Dalam metode ini penulis membaca buku-buku yang berkaitan dengan penulisan makalah ini.
Cara-cara yang digunakan pada penelitian ini adalah :
Studi Pustaka
Dalam metode ini penulis membaca buku-buku yang berkaitan dengan penulisan makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Teori Belajar
Teori
belajar atau teori perkembangan mental menurut Ruseffendi (1988) adalah berisi
uraian tentang apa yang terjadi dan apa yang diharapkan terjadi terhadap mental
peserta didik. Sementara itu, pengertian tentang belajar itu sendiri
berbeda-beda menurut teori belajar yang dianut seseorang. Menurut pandangan
modern menganggap bahwa belajar merupakan kegiatan mental seseorang sehingga
terjadi perubahan tingkah laku. Perubahan tersebut dapat dilihat ketika siswa
memperlihatkan tingkah laku baru, yang berbeda dari tingkah laku sebelumnya.
Selain itu, perubahan tingkah laku tersebut dapat dilihat ketika seseorang
memberi respons yang baru pada situasi yang baru (Gledler, 1986). Hudoyo (1998)
menyatakan bahwa belajar adalah kegiatan yang berlangsung dalam mental
seseorang, sehingga terjadi perubahan tingkah laku, di mana perubahan tingkah
laku tersebut bergantung kepada pengalaman seseorang.
Menurut
Djamarah (2002), belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan
dua unsur yaitu jiwa dan raga. Gerak raga yang ditunjukkan harus sejalan dengan
proses jiwa untuk mendapatkan perubahan. Tentu saja perubahan yang didapatkan
itu bukan perubahan fisik, tetapi perubahan jiwa akibat masuknya kesan-kesan
yang baru sehingga membawa perubahan tingkah laku seseorang. Dengan demikian
belajar merupakan serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi
dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.
Sedangkan Hudojo (1988:3) mengatakan bahwa matematika berkenaan dengan
ide-ide/konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hirarkis dan penalarannya
deduktif. Hal tersebut berdampak pada terjadinya proses belajar matematika.
2.2 Kesulitan dalam belajar Matematika
Kesulitan
ini dapat ditinjau secara kuantitatif yang terbagi menjadi bentuk kesulitan
berhitung (counting) dan mengkalkulasi (calculating). Anak yang bersangkutan
akan menunjukkan kesulitan dalam memahami proses-proses matematis. Hal ini
biasanya ditandai dengan munculnya kesulitan belajar dan mengerjakan tugas yang
melibatkan angka ataupun simbol matematis.
Ciri-ciri :
Inilah
beberapa hal yang bisa dijadikan pegangan:
1. Tingkat
perkembangan bahasa dan kemampuan lainnya normal, malah seringkali mempunyai
memori visual yang baik dalam merekam kata-kata tertulis.
2. Sulit
melakukan hitungan matematis. Contoh sehari-harinya, ia sulit menghitung
transaksi (belanja), termasuk menghitung kembalian uang. Seringkali anak
tersebut jadi takut memegang uang, menghindari transaksi, atau apa pun kegiatan
yang harus melibatkan uang.
3. Sulit
melakukan proses-proses matematis, seperti menjumlah, mengurangi, membagi,
mengali, dan sulit memahami konsep hitungan angka atau urutan.
4. Terkadang
mengalami disorientasi, seperti disorientasi waktu dan arah. Si anak biasanya bingung
saat ditanya jam berapa sekarang. Ia juga tidak mampu membaca dan memahami peta
atau petunjuk arah.
5. Mengalami
hambatan dalam menggunakan konsep abstrak tentang waktu. Misalnya, ia bingung
dalam mengurut kejadian masa lalu atau masa mendatang.
6. Sering
melakukan kesalahan ketika melakukan perhitungan angka-angka, seperti proses
substitusi, mengulang terbalik, dan mengisi deret hitung serta deret ukur.
7. Mengalami
hambatan dalam mempelajari musik, terutama karena sulit memahami notasi, urutan
nada, dan sebagainya.
8. Bisa
juga mengalami kesulitan dalam aktivitas olahraga karena bingung mengikuti
aturan main yang berhubungan sistem skor.
Factor penyebab :
Ada
beberapa faktor yang melatarbelakangi gangguan ini, di antaranya:
1. Kelemahan
pada proses penglihatan atau visual. Anak yang memiliki kelemahan ini
kemungkinan besar akan mengalami diskalkulia. Ia juga berpotensi mengalami
gangguan dalam mengeja dan menulis dengan tangan.
2. Bermasalah
dalam hal mengurut informasi. Seorang anak yang mengalami kesulitan dalam mengurutkan
dan mengorganisasikan informasi secara detail, umumnya juga akan sulit
mengingat sebuah fakta, konsep ataupun formula untuk menyelesaikan kalkulasi
matematis. Jika problem ini yang menjadi penyebabnya, maka anak cenderung
mengalami hambatan pada aspek kemampuan lainnya, seperti membaca kode-kode dan
mengeja, serta apa pun yang membutuhkan kemampuan mengingat kembali hal-hal
detail.
3. Fobia
matematika. Anak yang pernah mengalami trauma dengan pelajaran matematika bisa
kehilangan rasa percaya dirinya. Jika hal ini tidak diatasi segera, ia akan
mengalami kesulitan dengan semua hal yang mengandung unsur hitungan.
2.3
Pembelajaran Matematika melalui permainan
Dalam suatu proses
belajar mengajar terdapat dua unsur yang amat penting yaitu metode mengajar dan
media pembelajaran. Pemilihan metode mengajar tertentu akan mempengaruhi jenis
media pembelajaran yang sesuai. Agar proses belajar mengajar dapat berhasil
dengan baik, peserta didik dapat memanfaatkan seluruh alat inderanya. Pendidik
berupaya untuk menimbulkan rangsangan/stimulus yang dapat diproses dengan
berbagai indera. Semakin banyak alat indera yang dapat digunakan untuk menerima
dan mengolah informasi semakin besar kemungkinan informasi tersebut dimengerti
dan dapat dipertahankan dalam ingatan (long term memori) sehingga dapat
dengan mudah menerima dan menyerap pesan-pesan yang diberikan.
Bagi
kebanyakan peserta didik, belajar matematika merupakan beban berat dan
membosankan, sehingga mereka kurang termotivasi, cepat bosan, dan lelah. Untuk
mengatasi hal tersebut pendidik dapat melakukan berbagai inovasi pembelajaran,
misalnya memberikan kuis atau teka-teki yang harus ditebak baik secara
berkelompok ataupun individu, membuat puisi matematika dan peserta didik
mendeklamasikannya di depan kelas secara bergantian, membuat syair lagu tentang
materi matematika, memberikan permainan di kelas, dan sebagainya tergantung
kreativitas pendidik.
Banyak
permainan yang dapat dijadikan sebagai media belajar, diantaranya:
a. Perburuan/pencarian
sesuatu dengan buku. Permainan ini mengajarkan perhitungan dan urutan nomor
(pertama, kedua, ketiga, …). Idenya adalah anak-anak membacakan jawaban berupa
sebuah kalimat atau dua kalimat atas pertanyaan yang diajukan sesuai dengan
petunjuk-petunjuk yang diberikan. Contoh pertanyaan ”Carilah halaman yang tiga
puluh kurangnya dari tujuh puluh empat dan temukan kata ke-8 dalam paragraf
ketiga dari akhir halaman”
b. Mencari
arah. Permainan ini dilakukan di luar ruangan dan menggunakan sebuah keset kaki
dan masing-masing anak berpasang-pasangan. Salah satu anak dari setiap grup
menggunakan penutup mata, sedangkan yang lainnya akan memberikan petunjuk arah
untuk pasangannya seperti berapa langkah kaki untuk maju, mundur, ke kanan,
atau ke kiri.
c. Permainan
papan. Ada banyak permainan matematika dalam bentuk permainan papan, antara
lain ular tangga, monopoli dan sebagainya.
d. Melalui
permainan rakyat misalnya permainan congklak atau dakon. Seorang guru sekolah
dasar asal Bangli menjadi jawara dalam Festival Sains Indonesia dalam kompetisi
guru Matematika dengan menggunakan dakon untuk menanamkan konsep Faktor
Persekutuan Terbesar.
e. Permainan
jual-beli misalnya untuk mempelajari materi penjumlahan, pengurangan, perkalian
dan pembagian.
f. Permainan
berhitung menggunakan jari.
g. Permainan
yang menggunakan kartu, misalnya untuk mengenalkan konsep dan pemahaman peserta
didik Kejar Paket A khususnya terhadap pokok bahasan pecahan. Konsep yang dapat
dipahami yaitu mengenal berbagai bentuk pecahan (pecahan biasa dan pecahan
desimal), pecahan senilai, menjumlahkan pecahan, serta membandingkan nilai
pecahan (lebih dari dan kurang dari). Alat permainan yang dimaksud berupa
kartu-kartu yaitu domino pecahan dan kartu pecahan. Domino pecahan dimainkan
seperti domino biasa yaitu menyusun angka-angka pecahan yang senilai. Sedangkan
Kartu pecahan dimainkan seperti kartu joker. Untuk mempermudah pemahaman
peserta didik terhadap permainan materi pecahan dipersiapkan juga daftar
angka-angka pecahan (pecahan biasa dan pecahan desimal).
Z.
P. Dienes (dalam Ruseffendi, 1992) berpendapat bahwa pada dasarnya matematika
dapat dianggap sebagai studi tentang struktur, memisah-misahkan
hubungan-hubungan di antara struktur-struktur dan mengkategorikan
hubungan-hubungan di antara struktur-struktur. Seperti halnya dengan Bruner, Dienes
mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang
disajikan dalam bentuk yang konkret akan dapat dipahami dengan baik. Ini
mengandung arti bahwa jika benda-benda atau objek-objek dalam bentuk permainan
akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran matematika.
Menurut
Dienes, permainan matematika sangat penting sebab operasi matematika dalam
permainan tersebut menunjukkan aturan secara kongkret dan lebih membimbing dan
menajamkan pengertian matematika pada anak didik. Dapat dikatakan bahwa
objek-objek kongkret dalam bentuk permainan mempunyai peranan sangat penting
dalam pembelajaran matematika jika dimanipulasi dengan baik. Dienes membagi
tahap-tahap belajar menjadi tahap, yaitu :
1. Permainan
Bebas (Free Play)
Dalam
setiap tahap belajar, tahap yan paling awal dari pengembangan konsep bermula
dari permainan bebas. Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang
aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Anak didik diberi kebebasan
untuk mengatur benda. Selama permainan pengetahuan anak muncul. Dalam tahap ini
anak mulai membentuk struktur mental dan struktur sikap dalam mempersiapkan
diri untuk memahami konsep yang sedang dipelajari. Misalnya dengan diberi
permainan block logic, anak didik mulai mempelajari konsep-konsep abstrak
tentang warna, tebal tipisnya benda yang merupakan ciri/sifat dari benda yang
dimanipulasi.
2. Permainan
yang Menggunakan Aturan (Games)
Dalam permainan yang disertai
aturan siswa sudah mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam
konsep tertentu. Keteraturan ini mungkin terdapat dalam konsep tertentu tapi
tidak terdapat dalam konsep yang lainnya. Menurut Dienes, untuk membuat konsep
abstrak, anak didik memerlukan suatu kegiatan untuk mengumpulkan bermacam-macam
pengalaman, dan kegiatan untuk yang tidak relevan dengan pengalaman itu. Contoh
dengan permainan block logic, anak diberi kegiatan untuk membentuk kelompok
bangun yang tipis, atau yang berwarna merah, kemudian membentuk kelompok benda
berbentuk segitiga, atau yang tebal, dan sebagainya. Dalam membentuk kelompok
bangun yang tipis, atau yang merah, timbul pengalaman terhadap konsep tipis dan
merah, serta timbul penolakan terhadap bangun yang tipis (tebal), atau tidak
merah (biru, hijau, kuning).
3. Permainan
Kesamaan Sifat (Searching for communalities)
Dalam mencari kesamaan sifat siswa
mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan
yang sedang diikuti. Untuk melatih dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru
perlu mengarahkan mereka dengan menstranslasikan kesamaan struktur dari bentuk
permainan lain. Translasi ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak
yang ada dalam permainan semula. Contoh kegiatan yang diberikan dengan
permainan block logic, anak dihadapkan pada kelompok persegi dan persegi
panjang yang tebal, anak diminta mengidentifikasi sifat-sifat yang sama dari
benda-benda dalam kelompok tersebut (anggota kelompok).
4. Permainan
Representasi (Representation)
Representasi adalah tahap
pengambilan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Para siswa menentukan
representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah mereka berhasil menyimpulkan
kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi yang dihadapinya itu.
Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak, Dengan demikian telah
mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnya abstrak yang
terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari.
5. Permainan
dengan Simbolisasi (Symbolization)
Simbolisasi termasuk tahap belajar
konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan representasi dari setiap
konsep-konsep dengan menggunakan simbol matematika atau melalui perumusan
verbal. Sebagai contoh, dari kegiatan mencari banyaknya diagonal dengan
pendekatan induktif tersebut, kegiatan berikutnya menentukan rumus banyaknya
diagonal suatu poligon yang digeneralisasikan dari pola yang didapat anak.
6. Permainan
dengan Formalisasi (Formalization)
Formalisasi merupakan tahap belajar
konsep yang terakhir. Dalam tahap ini siswa-siswa dituntut untuk mengurutkan
sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut,
sebagai contoh siswa yang telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika
seperti aksioma, harus mampu merumuskan teorema dalam arti membuktikan teorema
tersebut. Contohnya, anak didik telah mengenal dasar-dasar dalam struktur
matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan suatu teorema berdasarkan
aksioma, dalam arti membuktikan teorema tersebut Misalnya bilangan bulat dengan
operasi penjumlahan peserta sifat-sifat tertutup, komutatif, asosiatif, adanya
elemen identitas, dan mempunyai elemen invers, membentuk sebuah sistem
matematika.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
Jadi belajar matematika dengan bermain adalah
salah satu cara membuat proses pembelajaran lebih menyenangkan dan tidak
membosankan serta bisa membuat peserta didik termotivasi untuk senang belajar
matematika.
Saran :
DAFTAR PUSTAKA
Gustini, D., dkk. 2006. Model
Pembelajaran Bidang Studi Matematika melalui Permainan di Kejar Paket A.
Medan : BPPLSP Regional I
MBE. 2006. Asyik
Belajar dengan PAKEM: Matematika untuk sekolah dasar (SD-MI). Online: http://www.mbeproject.net
Ramadhan, H.F. 2009. Keunikan dibalik
Teka-teki Matematika/Permainan Matematika.
Online:http://h4mm4d.wordpress.com/2009/03/02/keunikan-dibalik-teka-teki
matematika permainan matematika
Sudono, Anggani. 2000. Sumber
Belajar dan Alat Permainan. Jakarta : PT. Grasindo.
DAFTAR ISI
Lembar Judul………………………………………………………………………………. i
Kata Pengantar…………………………………………………………………………….. ii
Daftar Isi…………………………………………………………………………………... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………... 1
1.2 Tujuan………………………………………………………………………................ 1
1.3 Rumusan masalah…………………………………………………………....……….. 1
Kata Pengantar…………………………………………………………………………….. ii
Daftar Isi…………………………………………………………………………………... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………... 1
1.2 Tujuan………………………………………………………………………................ 1
1.3 Rumusan masalah…………………………………………………………....……….. 1
1.4 metode
penulisan……………………………………………………………………… 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Pengertian teori belajar……………………………………………………………….. 3
2.2 Kesulitan dalam belajar matematika …………………………………………………. 3
2.2 Kesulitan dalam belajar matematika …………………………………………………. 3
2.3 Pembelajaran matematika melalui permainan ………………………………………... 5
BAB III PENUTUP
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan…………………………………………………………………………… 9
3.2
Saran………………………………………………………………………………….. 9
DAFTAR PUSTAKA………………………………....………………………………….. iv
DAFTAR PUSTAKA………………………………....………………………………….. iv
Makalah
BELAJAR
MATEMATIKA DENGAN BERMAIN
ULFA
KHOIRIYAH
ACA
109 012
UNIVERSITAS
PALANGKA RAYA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN
PENDIDIDKN MIPA
PROGRAM
STUDI MATEMATIKA
0 komentar:
Posting Komentar