BAB II
KAJIAN
PUSTAKA
2.1
Analisis
teorotis dan penelitian yang relevan
2.1.1 Belajar
Pengertian belajar secara umum adalah perubahan pada
diri orang yang belajar karena pengalaman. Sedang pembelajaran secara umum
adalah suatu kegiatan yang mengakibatkan terjadi perubahan tingkah laku,maka
pengertian pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru
sedemikian rupa sehingga tingkah laku siswa berubah kearah yang lebih baik
(Darsono, 2000: 4).
Selanjutnya dikatakan bahwa pembelajaran mempunyai
tujuan untuk membantu siswa agar memperoleh berbagai pengalaman, dan dengan
pengalaman itu tingkah laku siswa bertambah baik kuantitas maupun kualitas.
Tingkah laku yang dimaksud meliputi pengetahuan, ketrampilan, dan nilai/norma
yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan perilaku siswa.
Berdasarkan Teori Belajar Kontruktivisme belajar
adalah kegiatan yang aktif dimana subjek belajar mengembangkan sendiri pengetahuannya.
Subjek belajar juga mencari sendiri makna dari sesuatu yang mereka pelajari
(Sardiman, 2006: 38). Guru bukan orang yang mampu memberikan pengetahuan kepada
siswa, sebab siswa yang harus mengkonstruksikan pengetahuan di dalam memorinya
sendiri. Beberapa ciri dalam belajar (Paul Suparno, 1997: 61) dijelaskan sebagai
berikut. Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa
yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami. Belajar bukanlah kegiatan
mengumpulkan fakta, melainkan lebih suatu pengembangan pemikiran dengan membuat
pengertian baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan, melainkan merupakan
perkembangan itu sendiri, suatu perkembangan yang menuntut penemuan dan pengaturan
kembali pemikiran seseorang. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu
skema seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Hasil
belajar dipengaruhi oleh pengalaman pebelajar dengan dunia fisik dan
lingkungannya. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui
si pebelajar, yaitu konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi
interaksi dengan bahan yang dipelajari.
Belajar
adalah suatu usaha atau perbuatan yang dilakukan secara sungguh-sungguh dan
sistematis serta mendayagunakan semua potensi yang dimiliki baik fisik, mental
maupun dana, panca indera, otak dan anggota tubuh lain. Demikian pula
aspek-aspek kejiwaan seperti intelegensi, bakat, motivasi, minat dan sebagainya
(Mudzakir, 1997: 56)
Belajar
merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka
belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau
tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh
sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa
berupa keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia, atau hal-hal
yang diajadikan bahan belajar Tindakan belajar tentang suatu hal tersebut tampak
sebagai perilaku belajar yang tampak dari luar.
Piaget
berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab individu melakukan
interaksi terus-menerus dengan lingkungan (1988:60). Lingkungan tersebut
mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi dengan lingkungan maka fungsi
intelek semakin berkembang. Menurut Piaget (Dimyati, 2009: 14-16), pembelajaran
terdiri dari empat langkah yaitu menentukan topik yang dapat dipelajari oleh
anak sendiri. Memilih aktivitas kelas dengan topik tersebut. Mengetahui adanya
kesempatan bagi guru untuk mengemukakan pertanyaan yang menunjang proses
pemecahan masalah. Menilai pelaksanaan tiap kegiatan, memperhatikan
keberhasilan, dan melakukan revisi.
Vygotsky
berpendapat bahwa pengetahuan sangat melekat didalam tindakan dan interaksi
dengan lingkungan (budaya). Belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan
lingkungan sosial maupun fisik. Vygotsky sangat percaya bahwa seseorang dapat belajar
dariorang lain baik yang seumur maupun yang lebih tua dan memiliki tingkat
perkembangan yang lebih tinggi. Belajar adalah sesuatu yang dikonstruksikan
secara sosial (Muijs dan Reynolds, 2008: 27).
Menurut
Bruner, kemajuan pendidikan akan tercapai jika pendidikan dilihat sebagi fungsi
kebudayaan secara keseluruhan dan bila belajar berada diantara interaksi dan
kerja sama anak didik yang berusaha membangun pengetahuan (Palmer, 2006: 173).
Dalam membangun pengetahuan, Bruner menerapkan cara discovery learning dimana
siswa mengorganisasikan bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir. Mata
pelajaran dapat diajarkan secara efektif dalam bentuk intelektual yang sesuai
dengan tingkat perkembangan anak. Pada tingkat permulaan pengajaran hendaknya
dapat diberikan melalui cara-cara yang bermakna dan makin meningkat kearah yang
abstrak (Dalyono, 2009: 41- 42).
2.1.2 Hasil belajar
Hasil
belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut terjadi
terutama berkat evaluasi guru. Hasil belajar dapat berupa dampak pengajaran dan
dampak pengiring. Kedua dampak tersebut bermanfaat bagi guru dan siswa
(Dimyati, 2009:20). Penguasaan hasil belajar oleh seseorang dapat dilihat dari
perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, sikap maupun
keterampilan motorik. Hampir sebagian terbesar dari kegiatan atau perilaku yang
diperlihatkan seseorang merupakan hasil belajar. Dari beberapa pendapat
tersebut dapat dipahami bahwa hasil belajar siswa adalah kemampuan-kemampuan
yang dimiliki oleh siswa setelah menerima pengalaman belajar yang dirunjukkan
melalui penguasaan pengetahuan, ketrampilan, atau tingkah laku.
Bloom
(1979 : 7) mengklasifikasikan hasil belajar yang secara garis besar dibagi
menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
a. Ranah
kognitif menurut Bloom (1979 : 48-49 ) meliputi 6 aspek yaitu :
Pengetahuan (knowledge), mencapai kemampuan
ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan.
Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian, kaidah, teori, prinsip,
atau metode. Pemahaman (comprehension), mencakup kemampuan menangkap arti
dan makna tentang hal yang dipelajari. Penerapan (application), mencakup
kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru
Analisis (analysis), mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan kedalam
bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik. Sintesis
(synthesis), yaitu kemampuan membentuk suatu pola baru. Evaluasi (evaluation),
yaitu kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria
tertentu.
b. Ranah
afektif (Bloom dkk, 1981: 333-337), meliputi :
Menyimak, yaitu meliputi taraf sadar memperhatikan,
kesediaan menerima, dan memperhatikan secara selektif atau terkontrol. Merespon,
yang meliputi memperoleh sikap responsive, bersedia merespon atas pilihan
sendiri dan merasa puas dalam merespon. Menghargai yang mencakup menerima
nilai, mendambakan nilai,dan merasa wajib mengabdi pada nilai. Mengorganisasikan
nilai, yang meliputi mengkonseptualisasi nilai dan organisasi sistem nilai. Mewatak,
yaitu memberlakukan secara umum seperangkat nilai, menjunjung tinggi dan
memperjuangkan nilai.
c. Ranah
psikomotor (Winkel, 1996: 249-250)yang meliputi:
Persepsi yang merupakan akibat dari mendengarkan,
melihat, meraba, mengecap dan membaur. Kesiapan, meliputi konsentrasi mental,
berpose badan, dan mengembangkan perasaan. Gerakan terbimbing, meliputi gerakan
menirukan dan mencoba melakukan tindakan. Gerakan yang terbiasa. Gerakan
kompleks yang merupakan taraf mahir dan gerak atau ketrampilan sudah disertai
dengan improvisasi. Penyesuaian pola gerakan. Kreativitas, meliputi ketrampilan
menciptakan pola yang baru.
.
2.1.3
Bangun datar
Bangun
datar adalah sebutan untuk bangun-bangu dua dimensi. Jenis bangun datar bermacam-macam,
antara lain persegi, persegi panjang, segitiga, jajar genjang, trapesium,
layang-layang, belah ketupat, dan lingkaran (sukino, Wilson simangunsong, 2006:
284)
Selanjutnya dikatakan segi empat adalah suatu
bidang datar yang di bentuk atau dibatasi leh empat garis luus sebagai sisinya.
Contoh bangun datar segi empat anatara lain yaitu persegi panjang, persegi,
jajar genjanf, belah ketupat, laying-layang, dan trapezium.
Ø Persegi panjang
Persegi panjang adalah segi empa
denagn sisi yang berhadapan sejajar dan sama panjang, serta keempat sudutnya
siku-siku.
Sifat-sifat persegi panjang:
Mempunyai dua buah diagonal yang sama
panjang dan saling berpotongan di titik pusat persegi panjang.
|
Setiap sudutnya siku-siku
|
Sisi yang berhadapan sama panjang dan
sejajar
|
Mempunyai 2 sumbu simetri yaitu sumbu
vertical dan horizontal.
|
a.
b.
c.
Ø Keliling dan luas
persegi panjang
·
Keliling
Keliling sebuah bangun daar adalah
total jarak yang mengelilingi bangun tersebut. Ukuran keliling adalah mm, cm, m,
km atau satuan panjang yang lainnya. keliling persegi panjang sama dengan
jumlah seluruh panjang sisinya .
K=
2p+2l = 2(p+l)
|
·
Luas
Luas sebuah bangun datar adalah
besar ukuran daerah tertutup suatu permukaan bangu datar. Ukuran untuk luas
adalah cm, m, km, atau satuan luas lainnya.
L=
p × l
|
2.1.4
Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran
kooperatif (Slavin, 1995: 73) merupakan strategipembelajaran yang mendorong
siswa bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah,
menyelesaikan suatu tugas atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan
bersama lainnya.
Pembelajaran
kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mendorong siswa aktif menemukan
sendiri pengetahuannya melalui ketrampilan proses. Siswa belajar dalam kelompok
kecil yang kemampuannya heterogen. Pengelompokan heterogenitas (Lie, 2004: 41) merupakan
ciri-ciri yang menonjol dalam metode pembelajaran kooperatif.
Kelompok
heterogenitas bisa dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender dan kemampuan
akademis. Kelompok ini biasanya terdiri dari satu orang berkemampuan akademis
tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang, dan satu lainnya dari kelompok
kemampuan akademis kurang. Dalam menyelesaikan tugas kelompok setiap anggota
saling bekerjasama dan membantu dalam memahami suatu bahan ajar. Selama kerja
kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi dan saling
membantu teman sekelompok mencapai ketuntasan (Slavin, 1995: 73).
Pembelajaran
kooperatif adalah suatu pembelajaran teman sebaya dimana siswa bekerjasama
dalam kelompok-kelompok kecil yang mempunyai tanggung jawab bagi individu
maupun kelompok terhadap tugas-tugas. Menurut Hamid Hasan dalam Etin Solihatin
(2008: 5-6) belajar dalam kelompok kecil dengan prinsip kooperatif sangat baik digunakan
untuk mencapai tujuan belajar, baik yang sifatnya kognitif, afektif maupun
konatif. Dalam pembelajaran kooperatif ini siswa dapat lebih menemukan dan
memahami konsep-konsep yang sulit melalui diskusi dan bila dibandingkan dengan
pembelajaran individual, pembelajaran kooperatif lebih dapat mencapai
kesuksesan akademik dan sosial siswa.
Arends
(2008: 6) menyebutkan ada enam fase yang terlibat dalam model pembelajaran
kooperatif, yaitu:
Pelajaran
dimulai dengan guru membahas tujuan-tujuan pembelajaran dan membangkitkan
motivasi siswa. Fase ini diikuti oleh presentasi informasi, seringkali dalam
bentuk teks dari pada ceramah. Siswa kemudian diorganisasikan menjadi
kelompok-kelompok belajar. Siswa dibantu oleh guru bekerja bersama-sama untuk
menyelesaikan tugas-tugas interdependen. Siswa mempresentasikan hasil akhir
kelompok atau guru menguji segala yang sudah dipelajari siswa. Memberikan
pengakuan pada usaha kelompok maupun individu.
2.1.5
Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD
STAD
merupakan salah satu metode atau pendekatan dalampembelajaran kooperatif yang
paling sederhana, dan merupakan sebuah pendekatan yang baik untuk guru yang
baru memulai penerapan pembelajaran kooperatif dalam kelas. Pembelajaran
kooperatif tipe STAD terdiri dari lima komponen penting yaitu penyajian kelas,
belajar kelompok, kuis, skor perkembangan individual dan penghargaan kelompok
(Slavin,1995: 71).
a. Pembelajaran
kooperatif tipe STAD selalu dimulaidengan penyajian kelas.Materi terlebih dulu
diperkenalkan melalu penyajian kelas yang difokuskan pada unit STAD. Penyajian
kelas ini akan sangat membantu siswa dalam mengerjakan kuis-kuis yang juga akan
menentukan skor kelompok mereka. Dengan cara ini, siswa akan menyadari bahwa
mereka harus benar-benar memberi perhatian penuh selama penyajian kelas.
b. Siswa
dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri atas empat sampai lima siswa yang
heterogen. Selama belajar kelompok, tugas siswa adalah mengerjakan tugas yang
diberikan oleh guru untuk menguasi materi dan membantu teman satu kelompoknya
untuk menguasai materi tersebut.
c. Setelah
satu atau dua periode pengajaran dan satu sampai dua periode latihan tim, siswa
mengikuti kuis secara individu. Kuis dikerjakan oleh siswa secara mandiri. Hal
ini menunjukkan apa saja yang telah diperoleh siswa selama belajar dalam
kelompok. Hasil kuis digunakan sebagai skor perkembangan individu dan
disumbangkan dalam skor perkembangan kelompok.
d. Setelah
diberi kuis, hasil kuis itu diskor dan tiap individu diberi skor perkembangan.
Ide yang melatar belakangi skor perkembangan ini adalah memberi prestasi yang
harus dicapai siswa jika ia bekerja keras dan mencapai hasil belajar yang lebih
baik dari sebelumnya. Siapapun dapat memberi kontribusi skor maksimal dalam
sistem skor ini, tapi tidak siapapun bisa kecuali mereka yang bekerja dengan
baik. Masingmasing siswa diberi skor dasar yang berasal dari rata-rata skor
yang lalu pada kuis yang serupa. Siswa lalu mendapat poin untuk timnya berdasar
pada kenaikan skor kuis mereka dari skor dasarnya. Cara menentukan skor
perkembangan setiap individu (Slavin 1995: 80) sebagai berikut:
Tabel 2.1 kriteria skor perkembangan
kriteria
|
point
|
Lebih dari 10 point di bawah skor awal
|
5
|
10-1 poin di bawah skor awal
|
10
|
Skor awal di atas 10 point di atas skor awal
|
20
|
Lebih dari 10 point di atas skor awal
|
30
|
Nilai sempurna di atas skor awal
|
30
|
e. Tim
mungkin mendapat sertifikat atau penghargaan lain jika rata-rata skor melebihi
kriteria tertentu. Adapun kriteria penghargaan menurut Slavin (1995: 80)
penghargaan yang diberikan kepada kelompok adalah dengan kriteria sebagai
berikut:
Tabel 2.2 kriteria penghargaan kelompok
Skor
rata-rata tim
|
penghargaan
|
15
|
Good
team
|
20
|
Great
team
|
25
|
Supergreat
team
|
2.1.6
Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe TGT
Secara
umum metode TGT sama dengan metode STAD kecuali satu hal, yaitu dalam TGT ini
digunakan turnamen akademik dan game , dimana siswa berkompetisi sebagai
wakil dari timnya melawan anggota tim yang lain yang mencapai hasil atau
prestasi serupa pada waktu lalu. Seperti halnya yang dikatakan Al.
Krismanto (2003:16) bahwa TGT merupakan tipe pembelajaran yang
menggabungkan kegiatan belajar kelompok dengan kompetisi kelompok.
Bagian terpenting dari model ini adalah adanya kerjasama antar anggota
kelompok. Siswa bekerja di kelompok untuk belajar dari temannya serta
untuk “mengajar temannya”. TGT menekankan adanya kompetisi, yaitu
kompetisi yang dilakukan dengan cara membandingkan kemampuan antar
anggota tim dalam suatu bentuk “turnamen permainan akademik”. Komponen-komponen
dalam TGT adalah penyajian materi, tim, game, turnamen dan penghargaan
kelompok (Slavin, 1995: 84).
a. Dalam
TGT, materi mula-mula dalam penyajian materi seperti pada STAD. Siswa harus
memperhatikan selama penyajian kelas karena dengan demikian akan membantu
mereka mengerjakan kuis dengan baik dan skor kuis mereka menentukan skor
kelompok.
b. Tim
dalam TGT terdiri atas 4-5 siswa dengan prestasi akademik, jenis kelamin, ras,
dan etnis yang bervariasi. Fungsi utama kelompok adalah untuk meyakinkan bahwa
semua anggota kelompok belajar dapat berhasil dalam kuis. Setelah guru
menyampaikan materi, kelompok bertemu untuk mempelajari lembar kerja atau
materi lain. Seringkali dalam pembelajaran tersebut melibatkan siswa untuk mendiskusikan
soal bersama, membandingkan jawaban dan mengoreksi miskonsepsi jika teman
sekelompok membuat kesalahan.
Pada
anggota kelompok ditekankan untuk menjadi yang terbaik bagi timnya dan tim
melakukan yang terbaik untuk membantu anggotanya. Tim memberikan dukungan untuk
pencapaian prestasi akademik yang tinggi dan memberikan perhatian, saling
menguntungkan dan respek penting sebagai dampak hubungan intergroup, harga diri
dan penerimaan dari siswa sekelompok.
c. Game
disusun dari pertanyaan-pertanyaan yang isinya relevan dan didesain untuk
menguji pengetahuan siswa dari penyajian materi dan latihan tim. Game dimainkan
oleh tiga siswa pada sebuah meja,dan masing-masing siswa mewakili tim yang
berbeda yang dipilih secara acak. Kebanyakan game berupa sejumlah pertanyaan
bernomor pada lembar-lembar khusus. Siswa mengambil kartu bernomor dan berusaha
menjawab pertanyaan yang bersesuaian dengan nomor tersebut.
d. Turnamen
merupakan struktur game yang dimainkan. Biasanya diselenggarakan pada akhir
pekan atau unit, setelah guru melaksanakan penyajian materi dan tim telah
berlatih dengan lembar kerja. Turnamen 1, guru menempatkan siswa ke meja turnamen, tiga
siswa terbaik pada hasil belajar yang lalu pada meja 1, tiga siswa berikutnya
pada meja 2, dan seterusnya. Kompetisi yang sama ini memungkinkan siswa dari semua
tingkat pada hasil belajar yang lalu memberi kontribusi pada skor timnya secara
maksimal jika mereka melakukan yang terbaik. Setelah turnamen satu, siswa
pindah meja tergantung pada hasil mereka dalam turnamen satu. Pemenang satu
pada tiap meja ditempatkan ke meja berikutnya yang setingkat lebih tinggi,
misal dari 5 ke 6. pemenang kedua pada meja yang sama, dan yang kalah diturunkan
ke meja di bawahnya. Dengan cara ini, jika siswa salah ditempatkan pada
mulanya, mereka akan naik atau turun sampai mereka mencapai tingkat yang
sesuai.
Dalam
turnamen setelah terbentuk kelompok kemudian dilakukan suatu permainan dengan
menggunakan beberapa pertanyaan yang didesain dalam sebuah soal untuk dijawab setiap
siswa dalam kelompoknya. Setiap siswa
dalam kelompok akan mendapatkan tugas yang berbeda, setelah itu diadakan tahap
selanjutnya (kompetisi dilakukan secara individu). Pembagian kelompok kompetisi
ini diperoleh berdasarkan skor yang telah diperoleh siswa pada soal permainan
sebelumnya.
e. Tim
dimungkinkan mendapatkan sertifikat atau penghargaan lain apabila skor
rata-rata mereka melebihi kriteria tertentu. Menurut Slavin (1995: 80)
penghargaan yang diberikan kepada kelompok adalah dengan kriteria sebagai
berikut:
Tabel 2.3 kriteria penghargaan kelompok
Skor
rata-rata tim
|
Penghargaan
|
Rata-rata
tim
|
Good
team
|
40
rata-rata ti
45
|
Great
team
|
45
rata-rata tim
50
|
Supergreat
team
|
2.1.7
Penelitian
Yang Relevan
1.
Dalam penelitian Ani
Kurniasari (2006) menyatakan bahwa ada perbedaan hasil belajar kimia pokok
bahasan hidrokarbon dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatiftipe TGT
dan STAD pada siswa kelasa X semester II SMA N I Ungaran tahun ajaran 2005/2006
dan metode TGT memberikan hasil yang lebih baik dengan rata-rata nilai hasil
belajar sebesar 76,05 sedangkan pada STAD rata-rata nilai hasil belajar 70,13.
2.
Nurmiati (2009) dalam
penelitiannya yang menyatakan bahwa ada peningkatan hasil belajar matematika
siswa setelah dilakukan pembelajaran dengan metode TGT, yaitu pada siklus I
diperoleh rata-rata aktivitas siswa sebesar 69,14% dengan kriteria tinggi
dengan persentase siswa yang tuntas pada postes I 44,12% dan pada siklus II
diperoleh rata-rata aktivitas siswa sebesar 82,37% dengan kriteria tinggi
dengan persentase siswa yang tuntas pada postes II menjadi 76,47%.
2.2 Kerangka Berfikir
Hasil belajar matematika siswa SMP
Negeri 1 Palangka Raya cenderung rendah, hal ini disebabkan karena kemampuan
matematika siswa yang tergolong rendah dan motivasi belajar siswa yang kurang.
Selama proses pembelajaran di sekolah, siswa lebih banyak yang bersika pasif.
Meskipun sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam belajar, tetapi siswa
tidak mau bertanya kepada guru dan malah lebih bersikap apatis. Usaha yang
dilakukan guru untuk memotivasi siswa belajar adalah dengan sesekali memberikan
tugas kepada siswa melalui diskusi kelompok. Tetapi arena diskusi hanya
didominasi oleh beberapa siswa saja, sedangkan siswa yang lain sama sekali
tidak melibatkan diri dalam pengerjaan tugas tersebut.
Berbagai
usaha yang dilakukan guru pun tidak dapat meningkatkann hasil belajar
matematika siswa. Oleh karena itu harus dilakukan perbaikan alam pembelajaran
yang dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa sekaligus membuat
pembelajaran matematika menjadi lebih menyenangkan sehingga sikap siswa
terhadap matematika menjadi lebih positif dan menumbuhkan semangat dan motivasi
belajar siswa. Metode pembelajaran koperatif merupakan pembelajaran yang
melibatkan siswa secara aktif dengan mengelompokkan siswa kedalam
kelompok-kelompok, dimana setiap individu memiliki tanggung jawab yang sama
dalam mencapai tujuan kelompok. Metode pembelajaran yang saat ini dikembangkan
antara lain adalah metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dan metode
pembelajaran kooperatif tipe TGT. Metode STAD adalah metode pembelajaran
kooperatif sederhana yang mengutamakan skor pengembangan individu dengan
pemberian kuis yang menyumbangkan skor kelompok. Metode STAD dapat memotivasi
siswa supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai
kemampuan yang diajarkan guru. Sistem evaluasi dengan memberikan kuis secara
periodik dalam STAD dapat melatih siswa agar terbiasa menghadapi soal-soal
dalam tes sehingga membantu siswa untuk menguasai konsep-konsep dalam materi
pelajaran sehingga dapat memberikan hasil belajar matematika siswa yang lebih
baik.
Pada metode TGT siswa berkompetisi
dalam meja-meja turnamen dengan siswa yang berkemampuan hampir sama untuk mewakili
masingmasing kelompoknya. Turnamen dilakukan melalui permainan-permainan
menarik sehingga pembelajaran dapat lebih menyenamgkan bagi siswa, sehingga
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa sebagai upaya untuk memperoleh hasil
belajar yang lebih baik. Kedua metode pembelajaran tersebut diharapkan dapat
mengkondisikan siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran dan menumbuhkan
motivasi belajar setiap individu sehingga dapat meningkatkan hasil belajar
matematika siswa secara sigifikan.Kedua metode pembelajaran tersebut memberikan
perlakuan yang berbeda pada system evaluasinya, yaitu kuis periodik pada metode
STAD dan game tournament pada metode TGT. Perbedaan sistem evaluasi pada
model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan model pembelajaran tipe TGT dimungkinkan
dapat memberikan hasil belajar matematika yang berbeda pula.
2.3
Hipotesis
Berdasarkan landasan teori yang
telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini
adalah “Ada perbedaan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan pembelajaran
kooperatif tipe STAD (Student Teams
Achievement Division) dengan TGT (Teams
Games Tournament) pada materi bangun datar siswa kelas VII SMP Negeri 1
Palangka Raya”
0 komentar:
Posting Komentar