Senin, 03 Desember 2012

penelitian pendidikan matematika BAB ll



BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1  Analisis teorotis dan penelitian yang relevan
2.1.1 Belajar
Pengertian belajar secara umum adalah perubahan pada diri orang yang belajar karena pengalaman. Sedang pembelajaran secara umum adalah suatu kegiatan yang mengakibatkan terjadi perubahan tingkah laku,maka pengertian pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa sehingga tingkah laku siswa berubah kearah yang lebih baik (Darsono, 2000: 4).
Selanjutnya dikatakan bahwa pembelajaran mempunyai tujuan untuk membantu siswa agar memperoleh berbagai pengalaman, dan dengan pengalaman itu tingkah laku siswa bertambah baik kuantitas maupun kualitas. Tingkah laku yang dimaksud meliputi pengetahuan, ketrampilan, dan nilai/norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan perilaku siswa.
Berdasarkan Teori Belajar Kontruktivisme belajar adalah kegiatan yang aktif dimana subjek belajar mengembangkan sendiri pengetahuannya. Subjek belajar juga mencari sendiri makna dari sesuatu yang mereka pelajari (Sardiman, 2006: 38). Guru bukan orang yang mampu memberikan pengetahuan kepada siswa, sebab siswa yang harus mengkonstruksikan pengetahuan di dalam memorinya sendiri. Beberapa ciri dalam belajar (Paul Suparno, 1997: 61) dijelaskan sebagai berikut. Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan, melainkan merupakan perkembangan itu sendiri, suatu perkembangan yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman pebelajar dengan dunia fisik dan lingkungannya. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui si pebelajar, yaitu konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari.
Belajar adalah suatu usaha atau perbuatan yang dilakukan secara sungguh-sungguh dan sistematis serta mendayagunakan semua potensi yang dimiliki baik fisik, mental maupun dana, panca indera, otak dan anggota tubuh lain. Demikian pula aspek-aspek kejiwaan seperti intelegensi, bakat, motivasi, minat dan sebagainya (Mudzakir, 1997: 56)
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa berupa keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia, atau hal-hal yang diajadikan bahan belajar Tindakan belajar tentang suatu hal tersebut tampak sebagai perilaku belajar yang tampak dari luar.
Piaget berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab individu melakukan interaksi terus-menerus dengan lingkungan (1988:60). Lingkungan tersebut mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang. Menurut Piaget (Dimyati, 2009: 14-16), pembelajaran terdiri dari empat langkah yaitu menentukan topik yang dapat dipelajari oleh anak sendiri. Memilih aktivitas kelas dengan topik tersebut. Mengetahui adanya kesempatan bagi guru untuk mengemukakan pertanyaan yang menunjang proses pemecahan masalah. Menilai pelaksanaan tiap kegiatan, memperhatikan keberhasilan, dan melakukan revisi.
Vygotsky berpendapat bahwa pengetahuan sangat melekat didalam tindakan dan interaksi dengan lingkungan (budaya). Belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Vygotsky sangat percaya bahwa seseorang dapat belajar dariorang lain baik yang seumur maupun yang lebih tua dan memiliki tingkat perkembangan yang lebih tinggi. Belajar adalah sesuatu yang dikonstruksikan secara sosial (Muijs dan Reynolds, 2008: 27).
Menurut Bruner, kemajuan pendidikan akan tercapai jika pendidikan dilihat sebagi fungsi kebudayaan secara keseluruhan dan bila belajar berada diantara interaksi dan kerja sama anak didik yang berusaha membangun pengetahuan (Palmer, 2006: 173). Dalam membangun pengetahuan, Bruner menerapkan cara discovery learning dimana siswa mengorganisasikan bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir. Mata pelajaran dapat diajarkan secara efektif dalam bentuk intelektual yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Pada tingkat permulaan pengajaran hendaknya dapat diberikan melalui cara-cara yang bermakna dan makin meningkat kearah yang abstrak (Dalyono, 2009: 41- 42).
2.1.2 Hasil belajar
Hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru. Hasil belajar dapat berupa dampak pengajaran dan dampak pengiring. Kedua dampak tersebut bermanfaat bagi guru dan siswa (Dimyati, 2009:20). Penguasaan hasil belajar oleh seseorang dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, sikap maupun keterampilan motorik. Hampir sebagian terbesar dari kegiatan atau perilaku yang diperlihatkan seseorang merupakan hasil belajar. Dari beberapa pendapat tersebut dapat dipahami bahwa hasil belajar siswa adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah menerima pengalaman belajar yang dirunjukkan melalui penguasaan pengetahuan, ketrampilan, atau tingkah laku.
Bloom (1979 : 7) mengklasifikasikan hasil belajar yang secara garis besar dibagi menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
a.       Ranah kognitif menurut Bloom (1979 : 48-49 ) meliputi 6 aspek yaitu :
Pengetahuan (knowledge), mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian, kaidah, teori, prinsip, atau metode. Pemahaman (comprehension), mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal yang dipelajari. Penerapan (application), mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru Analisis (analysis), mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan kedalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik. Sintesis (synthesis), yaitu kemampuan membentuk suatu pola baru. Evaluasi (evaluation), yaitu kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu.
b.      Ranah afektif (Bloom dkk, 1981: 333-337), meliputi :
Menyimak, yaitu meliputi taraf sadar memperhatikan, kesediaan menerima, dan memperhatikan secara selektif atau terkontrol. Merespon, yang meliputi memperoleh sikap responsive, bersedia merespon atas pilihan sendiri dan merasa puas dalam merespon. Menghargai yang mencakup menerima nilai, mendambakan nilai,dan merasa wajib mengabdi pada nilai. Mengorganisasikan nilai, yang meliputi mengkonseptualisasi nilai dan organisasi sistem nilai. Mewatak, yaitu memberlakukan secara umum seperangkat nilai, menjunjung tinggi dan memperjuangkan nilai.
c.       Ranah psikomotor (Winkel, 1996: 249-250)yang meliputi:
Persepsi yang merupakan akibat dari mendengarkan, melihat, meraba, mengecap dan membaur. Kesiapan, meliputi konsentrasi mental, berpose badan, dan mengembangkan perasaan. Gerakan terbimbing, meliputi gerakan menirukan dan mencoba melakukan tindakan. Gerakan yang terbiasa. Gerakan kompleks yang merupakan taraf mahir dan gerak atau ketrampilan sudah disertai dengan improvisasi. Penyesuaian pola gerakan. Kreativitas, meliputi ketrampilan menciptakan pola yang baru.
.
2.1.3         Bangun datar
Bangun datar adalah sebutan untuk bangun-bangu dua dimensi. Jenis bangun datar bermacam-macam, antara lain persegi, persegi panjang, segitiga, jajar genjang, trapesium, layang-layang, belah ketupat, dan lingkaran (sukino, Wilson simangunsong, 2006: 284)
 Selanjutnya dikatakan segi empat adalah suatu bidang datar yang di bentuk atau dibatasi leh empat garis luus sebagai sisinya. Contoh bangun datar segi empat anatara lain yaitu persegi panjang, persegi, jajar genjanf, belah ketupat, laying-layang, dan trapezium.
Ø  Persegi panjang
Persegi panjang adalah segi empa denagn sisi yang berhadapan sejajar dan sama panjang, serta keempat sudutnya siku-siku.
Sifat-sifat persegi panjang:
Mempunyai dua buah diagonal yang sama panjang dan saling berpotongan di titik pusat persegi panjang.
Setiap sudutnya siku-siku
Sisi yang berhadapan sama panjang dan sejajar
Mempunyai 2 sumbu simetri yaitu sumbu vertical dan horizontal.
 
a.        

b.       


c.        





Ø  Keliling dan luas persegi panjang
·         Keliling
Keliling sebuah bangun daar adalah total jarak yang mengelilingi bangun tersebut. Ukuran keliling adalah mm, cm, m, km atau satuan panjang yang lainnya. keliling persegi panjang sama dengan jumlah seluruh panjang sisinya .
K= 2p+2l = 2(p+l)
Jika ABCD adalah persegi panjang dengan panjang p dan lebar l, maka keliling persegi panjang ABCD = p+l+p+l dan dapat di tulis sebagai:
·         Luas
Luas sebuah bangun datar adalah besar ukuran daerah tertutup suatu permukaan bangu datar. Ukuran untuk luas adalah cm, m, km, atau satuan luas lainnya.
L= p × l
Luas persegi panjang sama dengan hasil kali panjang dan lebarnya. Berdasarkan gambar tersebut, maka luas ABCD = panjang  lebar dan dapat ditulis sebagai:

2.1.4        Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif (Slavin, 1995: 73) merupakan strategipembelajaran yang mendorong siswa bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya.
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mendorong siswa aktif menemukan sendiri pengetahuannya melalui ketrampilan proses. Siswa belajar dalam kelompok kecil yang kemampuannya heterogen. Pengelompokan heterogenitas (Lie, 2004: 41) merupakan ciri-ciri yang menonjol dalam metode pembelajaran kooperatif.
Kelompok heterogenitas bisa dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender dan kemampuan akademis. Kelompok ini biasanya terdiri dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang, dan satu lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang. Dalam menyelesaikan tugas kelompok setiap anggota saling bekerjasama dan membantu dalam memahami suatu bahan ajar. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi dan saling membantu teman sekelompok mencapai ketuntasan (Slavin, 1995: 73).
Pembelajaran kooperatif adalah suatu pembelajaran teman sebaya dimana siswa bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecil yang mempunyai tanggung jawab bagi individu maupun kelompok terhadap tugas-tugas. Menurut Hamid Hasan dalam Etin Solihatin (2008: 5-6) belajar dalam kelompok kecil dengan prinsip kooperatif sangat baik digunakan untuk mencapai tujuan belajar, baik yang sifatnya kognitif, afektif maupun konatif. Dalam pembelajaran kooperatif ini siswa dapat lebih menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit melalui diskusi dan bila dibandingkan dengan pembelajaran individual, pembelajaran kooperatif lebih dapat mencapai kesuksesan akademik dan sosial siswa.
Arends (2008: 6) menyebutkan ada enam fase yang terlibat dalam model pembelajaran kooperatif, yaitu:
Pelajaran dimulai dengan guru membahas tujuan-tujuan pembelajaran dan membangkitkan motivasi siswa. Fase ini diikuti oleh presentasi informasi, seringkali dalam bentuk teks dari pada ceramah. Siswa kemudian diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok belajar. Siswa dibantu oleh guru bekerja bersama-sama untuk menyelesaikan tugas-tugas interdependen. Siswa mempresentasikan hasil akhir kelompok atau guru menguji segala yang sudah dipelajari siswa. Memberikan pengakuan pada usaha kelompok maupun individu.

2.1.5        Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
STAD merupakan salah satu metode atau pendekatan dalampembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan sebuah pendekatan yang baik untuk guru yang baru memulai penerapan pembelajaran kooperatif dalam kelas. Pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri dari lima komponen penting yaitu penyajian kelas, belajar kelompok, kuis, skor perkembangan individual dan penghargaan kelompok (Slavin,1995: 71).
a.       Pembelajaran kooperatif tipe STAD selalu dimulaidengan penyajian kelas.Materi terlebih dulu diperkenalkan melalu penyajian kelas yang difokuskan pada unit STAD. Penyajian kelas ini akan sangat membantu siswa dalam mengerjakan kuis-kuis yang juga akan menentukan skor kelompok mereka. Dengan cara ini, siswa akan menyadari bahwa mereka harus benar-benar memberi perhatian penuh selama penyajian kelas.
b.      Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri atas empat sampai lima siswa yang heterogen. Selama belajar kelompok, tugas siswa adalah mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru untuk menguasi materi dan membantu teman satu kelompoknya untuk menguasai materi tersebut.
c.       Setelah satu atau dua periode pengajaran dan satu sampai dua periode latihan tim, siswa mengikuti kuis secara individu. Kuis dikerjakan oleh siswa secara mandiri. Hal ini menunjukkan apa saja yang telah diperoleh siswa selama belajar dalam kelompok. Hasil kuis digunakan sebagai skor perkembangan individu dan disumbangkan dalam skor perkembangan kelompok.
d.      Setelah diberi kuis, hasil kuis itu diskor dan tiap individu diberi skor perkembangan. Ide yang melatar belakangi skor perkembangan ini adalah memberi prestasi yang harus dicapai siswa jika ia bekerja keras dan mencapai hasil belajar yang lebih baik dari sebelumnya. Siapapun dapat memberi kontribusi skor maksimal dalam sistem skor ini, tapi tidak siapapun bisa kecuali mereka yang bekerja dengan baik. Masingmasing siswa diberi skor dasar yang berasal dari rata-rata skor yang lalu pada kuis yang serupa. Siswa lalu mendapat poin untuk timnya berdasar pada kenaikan skor kuis mereka dari skor dasarnya. Cara menentukan skor perkembangan setiap individu (Slavin 1995: 80) sebagai berikut:
Tabel 2.1 kriteria skor perkembangan
kriteria
point
Lebih dari 10 point di bawah skor awal
5
10-1 poin di bawah skor awal
10
Skor awal di atas 10 point di atas skor awal
20
Lebih dari 10 point di atas skor awal
30
Nilai sempurna di atas skor awal
30

e.       Tim mungkin mendapat sertifikat atau penghargaan lain jika rata-rata skor melebihi kriteria tertentu. Adapun kriteria penghargaan menurut Slavin (1995: 80) penghargaan yang diberikan kepada kelompok adalah dengan kriteria sebagai berikut:
Tabel 2.2 kriteria penghargaan kelompok
Skor rata-rata tim
penghargaan
15
Good team
20
Great team
25
Supergreat team

2.1.6        Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT
Secara umum metode TGT sama dengan metode STAD kecuali satu hal, yaitu dalam TGT ini digunakan turnamen akademik dan game , dimana siswa berkompetisi sebagai wakil dari timnya melawan anggota tim yang lain yang mencapai hasil atau prestasi serupa pada waktu lalu. Seperti halnya yang dikatakan Al. Krismanto (2003:16) bahwa TGT merupakan tipe pembelajaran yang menggabungkan kegiatan belajar kelompok dengan kompetisi kelompok. Bagian terpenting dari model ini adalah adanya kerjasama antar anggota kelompok. Siswa bekerja di kelompok untuk belajar dari temannya serta untuk “mengajar temannya”. TGT menekankan adanya kompetisi, yaitu kompetisi yang dilakukan dengan cara membandingkan kemampuan antar anggota tim dalam suatu bentuk “turnamen permainan akademik”. Komponen-komponen dalam TGT adalah penyajian materi, tim, game, turnamen dan penghargaan kelompok (Slavin, 1995: 84).
a.       Dalam TGT, materi mula-mula dalam penyajian materi seperti pada STAD. Siswa harus memperhatikan selama penyajian kelas karena dengan demikian akan membantu mereka mengerjakan kuis dengan baik dan skor kuis mereka menentukan skor kelompok.
b.      Tim dalam TGT terdiri atas 4-5 siswa dengan prestasi akademik, jenis kelamin, ras, dan etnis yang bervariasi. Fungsi utama kelompok adalah untuk meyakinkan bahwa semua anggota kelompok belajar dapat berhasil dalam kuis. Setelah guru menyampaikan materi, kelompok bertemu untuk mempelajari lembar kerja atau materi lain. Seringkali dalam pembelajaran tersebut melibatkan siswa untuk mendiskusikan soal bersama, membandingkan jawaban dan mengoreksi miskonsepsi jika teman sekelompok membuat kesalahan.
Pada anggota kelompok ditekankan untuk menjadi yang terbaik bagi timnya dan tim melakukan yang terbaik untuk membantu anggotanya. Tim memberikan dukungan untuk pencapaian prestasi akademik yang tinggi dan memberikan perhatian, saling menguntungkan dan respek penting sebagai dampak hubungan intergroup, harga diri dan penerimaan dari siswa sekelompok.
c.       Game disusun dari pertanyaan-pertanyaan yang isinya relevan dan didesain untuk menguji pengetahuan siswa dari penyajian materi dan latihan tim. Game dimainkan oleh tiga siswa pada sebuah meja,dan masing-masing siswa mewakili tim yang berbeda yang dipilih secara acak. Kebanyakan game berupa sejumlah pertanyaan bernomor pada lembar-lembar khusus. Siswa mengambil kartu bernomor dan berusaha menjawab pertanyaan yang bersesuaian dengan nomor tersebut.
d.      Turnamen merupakan struktur game yang dimainkan. Biasanya diselenggarakan pada akhir pekan atau unit, setelah guru melaksanakan penyajian materi dan tim telah berlatih dengan lembar kerja. Turnamen 1,  guru menempatkan siswa ke meja turnamen, tiga siswa terbaik pada hasil belajar yang lalu pada meja 1, tiga siswa berikutnya pada meja 2, dan seterusnya. Kompetisi yang sama ini memungkinkan siswa dari semua tingkat pada hasil belajar yang lalu memberi kontribusi pada skor timnya secara maksimal jika mereka melakukan yang terbaik. Setelah turnamen satu, siswa pindah meja tergantung pada hasil mereka dalam turnamen satu. Pemenang satu pada tiap meja ditempatkan ke meja berikutnya yang setingkat lebih tinggi, misal dari 5 ke 6. pemenang kedua pada meja yang sama, dan yang kalah diturunkan ke meja di bawahnya. Dengan cara ini, jika siswa salah ditempatkan pada mulanya, mereka akan naik atau turun sampai mereka mencapai tingkat yang sesuai.
Dalam turnamen setelah terbentuk kelompok kemudian dilakukan suatu permainan dengan menggunakan beberapa pertanyaan yang didesain dalam sebuah soal untuk dijawab setiap siswa dalam kelompoknya. Setiap  siswa dalam kelompok akan mendapatkan tugas yang berbeda, setelah itu diadakan tahap selanjutnya (kompetisi dilakukan secara individu). Pembagian kelompok kompetisi ini diperoleh berdasarkan skor yang  telah diperoleh siswa pada soal permainan sebelumnya.
e.       Tim dimungkinkan mendapatkan sertifikat atau penghargaan lain apabila skor rata-rata mereka melebihi kriteria tertentu. Menurut Slavin (1995: 80) penghargaan yang diberikan kepada kelompok adalah dengan kriteria sebagai berikut:
Tabel 2.3 kriteria penghargaan kelompok
Skor rata-rata tim
Penghargaan
Rata-rata tim
Good team
40  rata-rata ti   45
Great team
45   rata-rata tim  50
Supergreat team






2.1.7        Penelitian Yang Relevan
1.      Dalam penelitian Ani Kurniasari (2006) menyatakan bahwa ada perbedaan hasil belajar kimia pokok bahasan hidrokarbon dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatiftipe TGT dan STAD pada siswa kelasa X semester II SMA N I Ungaran tahun ajaran 2005/2006 dan metode TGT memberikan hasil yang lebih baik dengan rata-rata nilai hasil belajar sebesar 76,05 sedangkan pada STAD rata-rata nilai hasil belajar 70,13.
2.      Nurmiati (2009) dalam penelitiannya yang menyatakan bahwa ada peningkatan hasil belajar matematika siswa setelah dilakukan pembelajaran dengan metode TGT, yaitu pada siklus I diperoleh rata-rata aktivitas siswa sebesar 69,14% dengan kriteria tinggi dengan persentase siswa yang tuntas pada postes I 44,12% dan pada siklus II diperoleh rata-rata aktivitas siswa sebesar 82,37% dengan kriteria tinggi dengan persentase siswa yang tuntas pada postes II menjadi 76,47%.

2.2 Kerangka Berfikir
Hasil belajar matematika siswa SMP Negeri 1 Palangka Raya cenderung rendah, hal ini disebabkan karena kemampuan matematika siswa yang tergolong rendah dan motivasi belajar siswa yang kurang. Selama proses pembelajaran di sekolah, siswa lebih banyak yang bersika pasif. Meskipun sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam belajar, tetapi siswa tidak mau bertanya kepada guru dan malah lebih bersikap apatis. Usaha yang dilakukan guru untuk memotivasi siswa belajar adalah dengan sesekali memberikan tugas kepada siswa melalui diskusi kelompok. Tetapi arena diskusi hanya didominasi oleh beberapa siswa saja, sedangkan siswa yang lain sama sekali tidak melibatkan diri dalam pengerjaan tugas tersebut.
Berbagai usaha yang dilakukan guru pun tidak dapat meningkatkann hasil belajar matematika siswa. Oleh karena itu harus dilakukan perbaikan alam pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa sekaligus membuat pembelajaran matematika menjadi lebih menyenangkan sehingga sikap siswa terhadap matematika menjadi lebih positif dan menumbuhkan semangat dan motivasi belajar siswa. Metode pembelajaran koperatif merupakan pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dengan mengelompokkan siswa kedalam kelompok-kelompok, dimana setiap individu memiliki tanggung jawab yang sama dalam mencapai tujuan kelompok. Metode pembelajaran yang saat ini dikembangkan antara lain adalah metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dan metode pembelajaran kooperatif tipe TGT. Metode STAD adalah metode pembelajaran kooperatif sederhana yang mengutamakan skor pengembangan individu dengan pemberian kuis yang menyumbangkan skor kelompok. Metode STAD dapat memotivasi siswa supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan guru. Sistem evaluasi dengan memberikan kuis secara periodik dalam STAD dapat melatih siswa agar terbiasa menghadapi soal-soal dalam tes sehingga membantu siswa untuk menguasai konsep-konsep dalam materi pelajaran sehingga dapat memberikan hasil belajar matematika siswa yang lebih baik.
Pada metode TGT siswa berkompetisi dalam meja-meja turnamen dengan siswa yang berkemampuan hampir sama untuk mewakili masingmasing kelompoknya. Turnamen dilakukan melalui permainan-permainan menarik sehingga pembelajaran dapat lebih menyenamgkan bagi siswa, sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar siswa sebagai upaya untuk memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Kedua metode pembelajaran tersebut diharapkan dapat mengkondisikan siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran dan menumbuhkan motivasi belajar setiap individu sehingga dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa secara sigifikan.Kedua metode pembelajaran tersebut memberikan perlakuan yang berbeda pada system evaluasinya, yaitu kuis periodik pada metode STAD dan game tournament pada metode TGT. Perbedaan sistem evaluasi pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan model pembelajaran tipe TGT dimungkinkan dapat memberikan hasil belajar matematika yang berbeda pula.

2.3  Hipotesis
Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah “Ada perbedaan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division) dengan TGT (Teams Games Tournament) pada materi bangun datar siswa kelas VII SMP Negeri 1 Palangka Raya”

0 komentar:

Posting Komentar